Untuk Apa?

"Jangan pernah tiba-tiba menghilang kemudian muncul lagi sesuka hatimu. Jangan juga kau bilang "gak apa-apa" kalo sebenarnya memang ada apa-apa di antara kita."

Itu salah satu kalimat yang keluar dari bibir tipis Aesha kepada pria yang dulu menjadi pujaan hatinya, Herlambang. Mereka bertemu lagi, bukan disengaja memang, karena Herlambang yang memang berusaha untuk mencari tau keberadaan Aesha dan segala kegiatannya. 
"Maaf." Hanya itu yang mampu dikatakan Herlambang. Dia mulai sadar, dan sadar sekali semuanya sudah jauh terlambat. Harusnya dia menyadari tak akan pernah ada yang tau apa yang sedang dia pikirkan, karena dia tak pernah mau jujur dan bercerita pada siapapun, termasuk Aesha, kekasih hatinya yang dulu selalu diusahakan utk diutamakan.

Dulunya,
Mereka adalah sepasang kekasih yang saling ada, yang saling melengkapi, dan saling sayang. Bukan lebay, tapi cerita mereka memang unik untuk dikisahkan kembali. Lihat saja, tanpa perlu ditanya, kadang sudah saling mengerti. Mereka juga saling menyempatkan waktu bersama, bahkan mustahil rasanya melewati hal penting tanpa salah satu dari mereka. Setahun, memang bukan waktu yang singkat untuk hubungan mereka. Seperti sudah yakin saling membersamai, Aesha dan Herlambang tak pernah sedikitpun bertengkar. Ah, langka dan unik, gak pernah bertengkar, tapi tak seromantis pasangan lain, tapi mereka bahagia.

Itu dulu.
Sebelum tiba-tiba perasaan Herlambang terkena badai batu. Sampai tiba-tiba dia pergi, dia mendiamkan Aesha. Dia entah kenapa tiba-tiba menghilangkan diri sama sekali. Aesha yang seperti orang kehilangan arah, bingung mencari Herlambang. Beberapa pesan di wassap, bbm,line, sms, bahkan telpon pun tak ada satupun jawaban.
"Yang, km dimana?"
"Yang, km sakit?"
"Yang, kenapa gak bales semua pesanku?"
"Yang, ooyyy sayaaanng!!!"
Masih tak kunjung ada balasan.
"Herlambang!!! Lu dimana? Susah amat dihubungin???? "
"Yang punya nomor ini masih idup gak sih?"

Yaaaaaa,,, Aesha pun capek. Aesha yang kebingungan tanpa jawaban yang jelas kenapa dia diginiin sama orang yang selama ini paling dia percaya gak akan pergi, apalagi tiba-tiba. Aesha yang tak tau alasan Herlambang kemudian menyerah untuk sesuatu yang dia gak tau. 

Sebulan kemudian,
"Hai, Aesha" sapa Herlambang di bbm Aesha pagi-pagi.
Aesha yang baru bangun pun mengernyitkan dahi,mengucek mata dan memperhatikan dengan perlahan isi bbm itu. "YA BENAR!!! Ini dari Herlambang. Mau apa lagi dia tiba-tiba bbm?"

Aesha sengaja membiarkan bbm itu menggantung, dibaca, tapi tak dibalas. "Biar saja, biar dia tau rasanya diginiin!" Pikirnya sambil menikmati hari minggu yang cerah di kasur glindingan".
Sedangkan Herlambang di belahan bumi lain menunggu jawaban sapaan dari Aesha yang tak kunjung datang. "Mungkin dia marah" pikir Herlambang. Ya jelas aja Aesha marah, yang selama ini dia tunggu membawa kejelasan lebih cepat malah membuat dia jauh berlarut-larut. Sudah terbiasa pergi, sekarang datang lagi. Hati Aesha pun akhirnya galau.
"Iya, kenapa Her?" Balas Aesha akhirnya.
Girang sekali Herlambang membaca balasan Aesha. Dia pun mengajak Aesha untuk bertemu, sekedar membicarakan hal yang belum sempat dibicarakan. Aesha pun mengiyakan tapi tak mau pergi kemana-mana, jadilah Herlambang pergi ke rumahnya.

Sore itu, 16.00 WIB, di rumah Aesha. Tiga hari setelah bbm pendek itu datang
"Hai Aesha" sapa Herlambang lagi. Aesha hanya membalas dengan senyum yang dipaksakan. Sedikit masih kesal hatinya melihat Herlambang. "Jadi, apa yang mau kamu bicarakan Her? Penting?" Tanya Aesha dengan wajah juteknya. Walaupun jutek tiada dua, tapi masih terlihat kecantikan yang semakin mempesona di mata Herlambang. Tak ada yang berubah dari perempuan ini, bahkan lebih cantik dari sebelumnya. Ternyata, ini yang dinamakan rindu. "Maaf, Sha" kata Herlambang. "Untuk apa? Untuk kepergianmu yang tiba-tiba mendiamkan aku? Untuk semua pesan yang gak pernah kamu balas? Untuk membuat hati aku sakit? Untuk apa? Bagian mana yang perlu aku maafin?" Ucap Aesha dengan emosi yang memuncak. Untung saja di rumah sedang tidak ada orang, jadi mereka bisa ngobrol enak di teras tanpa ada yang tau kalo mereka lagi berantem. Tetangga juga pergi karena ini pas Sabtu sore. Aesha menghela nafas panjang, mencoba menahan airmatanya yang berlomba ingin jatuh meluncur di pipinya yang mulus.
Herlambang terdiam. Dia bingung harus jawab apa. "Sha, aku tau aku salah. Akupun bingung kenapa bisa begini. Sebulan ternyata cukup bagiku untuk berpikir. Sebulan ternyata cukup bagiku untuk tau bahwa kamu yang sebenarnya memang sangat aku rindukan. Aku sayang kamu Sha". 
"Bagimu sebulan adalah untuk berpikir. Bagiku? Kenapa kamu gak biarin aku tau alasan kamu? Kenapa kamu biarin aku uring-uringan selama itu?" Akhirnya, airmata itu jatuh, bukan hanya satu, dua, tapi satu rombongan. Mereka berebut untuk berada di urutan pertama, jatuh yang kemudian dihapus dengan kasarnya oleh Aesha. 

Yang diminta oleh Herlambang sore itu hanyalah sebuah kesempatan kedua. Kesempatan untuk bisa meyakinkan Aesha bahwa mereka bisa memulai kembali dari awal, bahkan dia menjanjikan lebih indah dari kisah mereka yng kemaren. Namun Aesha masih perlu waktu berpikir. Sementara Herlambang diijinkannya untuk melanjutkan usaha meyakinkannya. Yaahh,,, Aesha kembali berada di persimpangan. Entah harus ke kanan atau ke kiri. Dia biarkan hati yang menuntun jalannya, sementara dia tak memegang kendali penuh untuk urusan satu ini.

"Entahlah Her, pesona apa yang ada dalam dirimu. Bisa-bisanya kau membuatku seperti ini, kembali meruntuhkan dinding beton hati ini. Apa yang kau lakukan kepadaku memang sungguh manis sebulan ini. Mungkin maksudmu untuk menggantikan sebulan kemaren yang entah untuk apa. Alasan yang kau lontarkan waktu itu juga belum sepenuhnya bisa aku terima alias masuk ke dalam otakku. Kadang masih aku bertanya sendiri tentang keberadaanmu yang sekarang. Akankah hatiku bisa menerimamu seperti dulu? Akankah aku bisa sebahagia dulu? Entahlah Her. Jika benar kamu memang sayang, untuk apa waktu itu menghilang? Untuk apa berpikir sendirian? Untuk apa mendiamkan rindu, meninggikan hati, kemudian memintaku kembali menyerahkan hatiku padamu? Padahal waktu itu kamu sangat tau, mana pernah aku meletakkan hatiku ke pria lain. Entahlah Her. Aku hanya menikmati waktu sekarang. Kali ini, aku biarkan aku kembali jatuh lagi ke dalam apa yang kamu sebut cinta. Tapi tak akan pernah aku menjatuhkan diriku sejatuh-jatuhnya seperti dulu. Kelak, jika benar kamu hanya ingin mempermainku, ingat saja, bukan aku yang akan membunuhmu. Tapi Tuhan, melalui karmanya. Mungkin bukan jiwamu atau ragamu yang mati, tapi hatimu :)" Tulis Aesha di dalam buku diary-nya.


Komentar

Postingan Populer